Abdur Raheem Green (Youtube)
Selama 23 tahun Abdur Raheem gagal mengajak ayahnya, Green, masuk Islam. Namun Green kemudian mengucap Syahadat sepuluh hari sebelum wafat.
Dream - Siang itu hati Abdur Raheem Green berdebar. Benaknya berkecamuk, sibuk menimbang-nimbang. Sambil berpikir, dia terus bergegas. Menuju kamar di sebuah rumah sakit di Kota Kairo, Mesir. Kala itu, warsa 2010.
Begitu membuka pintu, mata Abdur Raheem terpatut pada sosok pria renta. Terkulai di atas dipan, tak berdaya. Dia pandangi tubuh itu lekat-lekat. Itulah Tuan Green, ayahnya. Mantan Direktur Cairo Barclays Bank, bank multinasional yang berpusat di Inggris.
“Saya memandanginya dan berpikir dia bisa saja meninggal malam itu,” kata Abdur Raheem mengenang masa itu. Kala itu Green memang sudah dua tahun sakit. Keadaan inilah yang membawa pendakwah muslim itu jauh-jauh dari Inggris ke Kairo.
Bukan hanya kondisi Green. Debar hati Abdur Raheem itu juga dipicu soal lain. Masalah keyakinan. Sejak memeluk Islam hampir seperempat abad silam, Abdur Raheem selalu mengajak ayahnya jadi mualaf. Namun gagal.
“Saya telah lama memikirkan kapan bisa mengajaknya. Bagaimana mengajaknya? Bagaimana cara yang tepat? Sekarang dia sedang sakit parah, saya tak mau menekannya, membuatnya bertambah sedih,” kata pria kelahiran setengah abad silam itu.
Saat itu Abdur Raheem berpikir, inilah kesempatan terakhir untuk mengulang ajakannya. Pria bernama kecil Anthony Vatswaf Galvin Green itu tidak akan pernah memaafkan diri jika ayahnya meninggal dan belum memeluk Islam.
Namun hati Abdur Raheem tetap gamang. Dia merasa ayahnya telah menutup hati terhadap Islam. Abdur Raheem benar-benar tak punya harapan. “Sungguh saya merasa takut dia berkata tidak dan menolak ajakan saya,” ucap dia.
Ini sungguh sulit. Abdur Raheem dalam dilema. Sebagai muslim, orangtuanya belum masuk Islam. Namun satu hal yang dia pegang, dia tak mau memaksa. “Kewajiban kita menyampaikan pesan, untuk menjelaskan kepada orang lain dengan cara sebaik yang kita bisa,” ujar Abdur Raheem.
Akhirnya, Abdur Raheem kembali mencoba. Dia dekati Green yang tengah terbaring. “Ayah. Saya punya sesuatu yang sangat penting untuk disampaikan. Apakah Ayah mendengar?” kata Abdur Raheem mengenang pembicaraan dengan ayahnya kala itu.
Namun, ayahnya sudah tak lancar berbicara. Kata demi kata keluar dengan terbata. Oleh sebab itu, Green hanya mengangguk. Dan Abdur Raheem melanjutkan, “Saya punya sesuatu untuk saya katakan, jika tidak saya katakan, saya akan menyesal.”
Berdakwahlah Abdur Raheem di dekat telingan Green. Putra saleh itu bercerita tentang hari akhir dan hari pembalasan. Di ujung cerita, Abdur Raheem mengucap Syahadat.
“Jadi Ayah, ini kunci ke surga. Ini sukses di hari kemudian, bagaimana menurut Ayah?” tanya dia mengakhiri cerita.
Mendengar cerita itu, Green menganggukkan kepala. Abdur Raheem pun kembali bertanya, “Apakah itu artinya Ayah ingin mengucapkan syahadat?”
Dan sang ayah dengan terbata menjawab tanya Abdur Raheem itu. “Ya.” Inilah yang tidak diduga-duga oleh Abdul Raheem. Bahagia pun membuncah di hatinya. Setelah hampir dua puluh lima tahun gagal, kali ini dia berhasil mengajak ayahnya masuk Islam.
Abdur Raheem langsung membimbing sang ayah mengucap syahadat. “Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah.” Dengan lega, Abdul Raheem meninggalkan rumah sakit karena jam besuk sudah habis.
Hari berikutnya, Abdur Raheem kembali datang. Namun dia menjumpai kondisi sang ayah semakin parah. Green tidak bisa mengingat apa-apa. Jangankan mengingat hari kemarin, kejadian sejam lalu saja dia sudah lupa. “Tapi itu bukan akhir segalanya,” tutur Abdur Raheem.
Enam hari setelah masuk Islam, kondisi Green semakin memburuk. Abdur Raheem yang masih di rumah sakit mendengar ayahnya merintih. “Tolong, tolong saya,” kata Abdur Raheem menirukan ayahnya.
Dia pun kemudian bertanya, “Ayah, Ayah ingin saya melakukan apa?”.
“Saya tidak tahu,” jawab Green. “Ajarkan saya sesuatu yang mudah dilakukan,” tambah dia dengan terbata.
Lantas, Abdur Raheem ingat syahadat. Kalimat yang ringan di lidah namun punya efek luar biasa. “Sehingga saya berkata, jika saya menjadi Ayah, saya akan terus mengulang syahadat,” kata Abdur Raheem.
Mendengar itu, Green pun menjawab, “Ya, itu yang ingin saya lakukan.” Setelah itu, bapak dan anak itu bersama-sama mengucap syahadat selama satu setengah jam.
Sesudah berhasil mengajak ayahnya masuk Islam, Abdur Raheem pulang ke Inggris. Ada urusan yang harus diselesaikan. “Dan kemudian saya mendengar ayah meninggal,” kata Abdur Raheem.
Ya, Green yang telah menolak Islam selama hampir seperempat abad itu telah meninggal. Satu hal yang disyukuri Abdur Raheem, ayahnya bersyahadat sepuluh hari sebelum datang ajalnya.
“Kematian ayah saya ingin saya ceritakan kepada Anda, dan intinya, sepuluh hari sebelum dia meninggal, dia mendapat rahmat mengucapkan Syahadat,” tutur Abdur Raheem.
sumber;http://www.dream.co.id/
No comments:
Post a Comment